About
Angkringan tumbuh dari sejarah rakyat kecil yang mencari cara sederhana untuk hidup dan berkumpul. Dengan gerobak kayu dan bangku panjang, angkringan menjadi ruang terbuka tanpa sekat. Di sini, mahasiswa, pedagang, tukang ojek, dan seniman duduk sejajar, menyantap nasi kucing sambil berbagi cerita, tanpa rasa canggung atau batasan.
Filosofi angkringan sangat kuat: murah, terbuka, dan hangat. Gerobaknya bukan hanya tempat berdagang, tapi juga simbol perjuangan hidup yang ulet dan jujur. Setiap sajian mulai dari sate usus, kopi joss, hingga teh jahe punya kisah dan nilai tersendiri. Semua dibuat untuk dinikmati bersama, dalam suasana yang akrab dan bersahabat.
Nilai-nilai seperti kebersamaan, ketulusan, dan keterbukaan hidup dalam setiap momen di angkringan. Tempat ini juga menjadi saksi tumbuhnya solidaritas sosial. Saat terjadi bencana, angkringan sering menjadi tempat penggalangan dana dan diskusi aksi kemanusiaan. Kehangatan sosial ini menjadikannya lebih dari sekadar ruang makan.
Di tengah tekanan modernitas, angkringan hadir sebagai penyeimbang. Ia tidak menolak perubahan, tapi tetap menjaga akarnya. Dari sinilah kita belajar bahwa kebahagiaan tidak harus rumit. Cukup tempat duduk kecil, makanan hangat, dan obrolan jujur, maka hidup bisa terasa lengkap. Angkringan mengajarkan bahwa sederhana itu tidak kalah berharga.